Wednesday, November 21, 2018

Membahas film "Deathcrow 48"


My Review!




Film yang akan saya review adalah film yang diputar dalam acara Festival Film yang di adakan di Universitas Multimedia Nusantara yaitu UCIFEST 9. UCIFEST adalah Festival Film internal UMN yang kemudian menjadi Festival Film Nasional. UCIFEST 9 ini telah dilaksanakan kemarin pada tanggal 13-15 November 2018 di UMN. UCIFEST ini melakukan pemutaran dengan membagi beberapa sesi. Film yang akan saya review berada pada sesi Idola masa kini. Sesuai dengan nama sesinya, film dalam sesi tersebut membahas tentang “idola”. Judul film yang akan saya review adalah “Deathcrow48”. Film ini bergenre documentary dengan subjek fans fanatik JKT48. Konflik yang diangkat dari film ini adalah perbedaan pendapat dan cara mengekspresikan dukungan kepada idola mereka. Subjek yang diikuti adalah fans fanatik JKT48 yang selalu datang ke segala acara yang menghadirkan JKT48 seperti pensi sekolah, acara di mall, hingga konser. Subjek mereka mengekspresikan dukungan mereka dengan tarian bernama Wotagei. Buat yang belum mengetahui apa itu wotagei, sorakan atau gerakan tari khas yang dilakukan oleh penggemar ketika menonton konser-konser idola Jepang.




Wotagei adalah bentuk memberikan dukungan dalam acara-acara yang dilangsungkan oleh idola atau seiyu. Biasanya tarian ini juga sambil membawa lightstick. Subjek dalam film ini juga mengoleksi postcard idola mereka dan album.
Wotagei adalah bentuk memberikan dukungan dalam acara-acara yang dilangsungkan oleh idola atau seiyu. Biasanya tarian ini juga sambil membawa lightstick. Subjek dalam film ini juga mengoleksi postcard idola mereka dan album.Wotagei adalah bentuk memberikan dukungan dalam acara-acara yang dilangsungkan oleh idola atau seiyu. Biasanya tarian ini juga sambil membawa lightstick. Subjek dalam film ini juga mengoleksi postcard idola mereka dan album.


Sumber foto : https://www.youtube.com/watch?v=B7dQ5XGM7xE

Subjek dalam film ini menganggap dan punya prinsip bahwa mengangkat lightstick dan wotagei adalah tradisi yang harus dipertahankan untuk menonton idola mereka yaitu JKT48. Subjek tersebut mempunyai perbedaan pendapat dengan fans JKT48 yang mendukung idola mereka di JKT48 dengan fotografi dan kamera. Menurut subjek, fotografer tersebut jangan berada didepan dan menghalangi pandangannya. Tradisi mereka mendukung idola mereka dengan fotografi adalah cara yang salah.

Namun dokumenter ini tidak hanya membahas dari satu sudut pandang saja. Mereka juga menghadirkan sudut pandang fans JKT48 yang mendukung idola mereka dengan menjadi fotografer konser JKT48. Fans tersebut ternyata juga dulunya mendukung fans mereka dengan lightstick seperti fans lainnya pada umumnya. Namun lama kelamaan mereka malu karena hal tersebut menjadi ejekan banyak orang. Banyak yang menilai bahwa menyukai JKT48 dan mendukungnya dengan lighstick adalah hal yang lebay dan berlebihan. Hal tersebut membuat mereka mengubah kebiasaan mereka mendukung JKT48. Selain karena ejekan, pergantian cara mendukung idola mereka juga didasari dengan rasa bosan dan merasa degan fotografi dukungan mereka kepada idola lebih berguna dan bisa dikenang.

Menariknya film dokumenter ini menghadirkan banyak pandangan. Walaupun konflik awal tentang perbedaan pendapat namun disini menghadirkan sisi kemanusiaan dari seorang fans fanatik JKT48 yang sering dianggap “alay” dan “lebay” namun mereka juga manusia yang mendukung idolanya. Semua orang pasti memiliki idola dan mereka memilih JKT48 sebagai idola mereka. Bahkan seorang fans bercerita bahwa banyak orang yang meneriaki dirinya pada saat mendukung idola mereka. Mereka hanya fans yang juga tidak ingin idola mereka di jelek-jelekkan. Subjek dokumenter ini juga terlihat ia belajar dari pengalamannya menjadi fans yang tidak boleh tersulut emosi jika idolanya dijelek-jelekkan orang. Menurut saya film ini sangat bagus dan bisa membuka pikiran masyarakat yang masih berpikiran buruk terhadap fans fanatik JKT48. Semua orang berhak untuk mengekspresikan perasaan mereka melalui media apapun selama itu baik dan tidak merugikan orang lain. Dokumenter ini juga membuat kita harus melihat masalah dari berbagai sisi dan jangan berpikiran sempit karena terkadang masalah yang ada terjadi karena kesalahpahaman antar dua belah pihak atau lebih.

Untuk yang tertarik menonton film ini bisa menontonnya di festival film lain. Dan film ini terpilih sebagai dominasi dokumenter pendek terbaik di Festival Film Indonesia. Mungkin tulisan ini didasari oleh apa yang saya rasakan setelah menonton. Mohon maaf jika ada kesalahan dan perbedaan interpretasi film dengan kalian semua. Terima kasih!

No comments:

Post a Comment